Senin, 03 November 2014

Selasa, 06 November 2012

Tujuh Ciri Budaya dan Karakter Bangsa Indonesia





Tujuh Ciri Budaya dan Karakter Bangsa Indonesia
Oleh: Bratasena

  
Setelah Perang Dunia II usai tahun 1945, Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet berlomba menjadi pemimpin dunia. Jika Blok Barat ingin mengembangkan kapitalisme-liberalisme dengan senjatanya demokrasi, maka Blok Timur ingin menguasai dunia dengan resepnya komunisme-sosialisme. Sementara itu bekas bangsa-bangsa terjajah di Asia-Afrika bangkit dan ingin membentuk Blok Ke-3,The New Emerging Forces. Blok Ke-3 atau Non-Blok ini ingin mengubah kehidupan manusia di dunia dengan tatanan baru, yang lebih adil dan merata demi terwujudnya dunia yang aman, damai, adil, dan sejahtera.

Dalam menuju cita-cita Tatanan Dunia Baru, Non-Blok lebih dekat ke Blok Timur, karena Blok Timur anti kapitalisme-liberalisme. Bangkitnya non-blok membuat Blok Barat menghadapi dua musuh. Maka Non-Blok yang masih lemah dihancurkan lebih dulu sebelum merajalela. Salah satu pendekar Non-Blok yang paling potensial adalah Indonesia. Negeri ini dihancurkan terlebih dulu, tahun 1965, setelah itu Indonesia;memasuki alam kapitalisme-liberalisme.

Sejak saat itu karakter dan moral bangsa Indonesia pelan-pelan berubah. Kapitalisme-liberalisme pelan-pelan mengikis karakter dan perilaku bangsa Indonesia. Jiwa dan semangat Pancasila pelan-pelan dibuat luntur, kemudian semangat dagang, yang efisien, kreatif, dan kompetitif dipompakan di jiwa raga bangsa Indonesia.


Jiwa dan semangat merebut kemerdekaan yang dulu dimiliki bangsa ini punah secara pelan tapi pasti; berubah kearah opportunik; berebut (hasil) kemerdekaan. Melewati tahun 1970 karakter dan moral yang populis dan sosialis berubah kearah karakter materialistis-individualistis. Perubahan sistem politik-ekonomi yang kapitalis-liberalis terus merambah ke berbagai jiwa birokrasi pemerintahan dan dunia usaha. Singkat kata, investasi melahirkan regulasi. Regulasi melahirkan privatisasi. Maka lahir privatisasi, efisiensi, peningakatan produksi, bermuara ke pertumbuhan ekonomi. Tetapi bersamaan dengan itu lahir pula penyakit birokrasi dan korupsi. Maka tahun-tahun selanjutnya korupsi dan demoralisasi merajalela dan membudaya. Akibatnya bisa kita lihat sekarang ini.

Maka bangkitlah people power dan berteriak: Hentikan karakter dan moral bangsa yang rusak! Mereka lalu mengusulkan diadakan Revolusi Sosial, Revolusi Birokrasi, Revolusi Karakter dan Moral Bangsa Indonesia, Pertobatan Nasional, dsb. Sebab sistem politik dan demokrasi, dengan segala perangkatnya, tidak berdaya membereskan permasalahan bangsa. Apalagi sebagian karakter dan moral pemimpinnya tak terpuji!

Padahal karakter, moral, atau akhlak pemimpin bangsa merupakan motor utama untuk membangun bangsa. Di bawah ini disajikan sisi buruk dari ciri-ciri orang Indonesia, menurut pengamatan Mochtar Lubis (alm), mantan wartawan Koran Indonesia Raya yang mungkin dapat berguna buat mawas diri. Dari 7 ciri, hanya 1 yang baik.

Tanggal 6 April 1977 wartawan dan budayawan Mochtar Lubis pernah berceramah di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Ceramahnya berjudul Manusia Indonesia: Sebuah Pertanggungan Jawab. Intisari ceramahnya mengupas tentang ciri-ciri orang Indonesia. Ceramah Mochtar Lubis tersebut melahirkan kontroversi. Timbul pro kontra. Soalnya ciri-ciri orang Indonesia lebih banyak jeleknya ketimbang baiknya. Sebagai bahan studi, ceramah Mochtar mempunyai nilai tersendiri. Makalah ceramahnya kemudian dibukukan. Hingga kini buku karyanya dijadikan rujukan oleh sejumlah ahli sosiologi. Namun banyak pula pakar sosiologi yang tak setuju dengan pengamatan Mochtar Lubis tersebut.

Ketika Mochtar Lubis masih aktif di bidang jurnalistik, tahun 1970-an, soal KKN sudah mulai subur di kalangan masyarakat, baik di kalangan birokrat pemerintahan maupun di kalangan masyarakat luas. Saat itu keran investasi asing sudah mulai dibuka lebar-lebar. Maka masyarakat Indonesia yang semula idealis, nasionalis, kekeluargaan, berubah ke masyarakat yang berjiwa global.

Perubahan politik dan ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap karakter dan perilaku seseorang. Masuknya modal asing yang deras ke Indonesia sangat berpengaruh terhadap karakter dan perilaku bangsa. Ciri-ciri orang Indonesia yang digambarkan Mochtar Lubis jelas tidak sama dengan ciri-ciri orang Indonesia pada tahun 1908, 1928, dan 1945. Adanya pro dan kontra terhadap ciri-ciri orang Indonesia hasil penelitian Mochtar Lubis itu adalah sesuatu yang biasa. Kini kita harus berani mengubah ciri-ciri yang negatif itu menjadi positif. Kita harus berani melihat wajah jelek kita sendiri!

Ciri-ciri orang Indonesia menurut Mochtar Lubis:

1. Hipokrit, senang berpura-pura, lain di muka lain di belakang, suka menyembunyikan yang dikehendaki, karena takut mendapat ganjaran yang merugikan dirinya.
2. Segan dan enggan bertanggungjawab atas perbuatannya, putusan dan pikirannya. Atau sering mengalihkan tanggungjawab tentang sesuatu kesalahan dan kegagalan kepada orang lain.
3. Berjiwa feodalis, senang memperhamba pihak yang lemah, senang dipuji, serta takut dan tidak suka dikritik.
4. Percaya pada takhyul dan senang mengkeramatkan sesuatu.
5. Berjiwa artistik dan sangat dekat dengan alam.
6. Mempunyai watak yang lemah serta kurang kuat mempertahankan keyakinannya sekalipun keyakinannya itu benar. Suka meniru.
7. Kurang sabar, cepat cemburu dan dengki.

Tentu saja, dari ke-7 ciri orang Indonesia itu ada benarnya, tetapi tidak semua orang Indonesia memiliki ciri-ciri semacam itu. Kalau toh ada, tidak semua 7 ciri tersebut dimiliki oleh semua orang Indonesia. Atau sebagian orang memiliki sebagian dari ke-7 ciri tersebut. Yang jelas, jika semua orang Indonesia memiliki ke-7 ciri-ciri tersebut, Kebangkitan Nasional 1908 tidak mungkin ada, Sumpah Pemuda 1928 tidak mungkin ada, dan Revolusi Indonesia 1945 tidak mungkin ada. 

Yang jelas, saat ini orang Indonesia banyak yang nyeleweng dari jatidirinya, dari cara hidupnya, dari filsafat hidupnya, yaitu Pancasila. Yang jelas, kehancuran negara dan bangsa ini akibat kesalahan para pemimpin kita terdahulu, yang membiarkan Indonesia tidak mampu mandiri. Tidak bisa menjadi tuan di negeri sendiri. 

Tahun 1945 jiwa dan semangat bangsa ini merebut kemerdekaan. Saat ini, jiwa dan semangat bangsa ini cenderung berebut (hasil) kemerdekaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar