Pembangunan berkelanjutan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini. |
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987. Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuranlingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. (oman)
Banyak laporan PBB, yang terakhir adalah laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat.
Untuk sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.
Daftar isi
[sembunyikan]Lingkup dan Definisi[sunting | sunting sumber]
Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.
Skema pembangunan berkelanjutan:pada titik temu tiga pilar tersebut, Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO,2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa "...keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian "pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual". dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan Hijau pada umumnya dibedakan dari pembangunan bekelanjutan, dimana pembangunan Hijau lebih mengutamakan keberlanjutan lingkungan di atas pertimbangan ekonomi dan budaya. Pendukung Pembangunan Berkelanjutan berargumen bahwa konsep ini menyediakan konteks bagi keberlanjutan menyeluruh dimana pemikiran mutakhir dari Pembangunan Hijau sulit diwujudkan. Sebagai contoh, pembangunan pabrik dengan teknologi pengolahan limbah mutakhir yang membutuhkan biaya perawatan tinggi sulit untuk dapat berkelanjutan di wilayah dengan sumber daya keuangan yang terbatas.
Beberapa riset memulai dari definisi ini untuk berargumen bahwa lingkungan merupakan kombinasi dari alam dan budaya. Network of Excellence "Sustainable Development in a Diverse World" SUS.DIV, sponsored by the European Union, bekerja pada jalur ini. Mereka mengintegrasikan kapasitas multidisiplin dan menerjemahkan keragaman budaya sebagai kunci pokok strategi baru bagi pembangunan berkelanjutan.
Beberapa peneliti lain melihat tantangan sosial dan lingkungan sebagai kesempatan bagi kegiatan pembangunan. Hal ini nyata di dalam konsep keberlanjutan usaha yang mengkerangkai kebutuhan global ini sebagai kesempatan bagi perusahaan privat untuk menyediakan solusi inovatif dan kewirausahaan. Pandangan ini sekarang diajarkan pada beberapa sekolah bisnis yang salah satunya dilakukan di Center for Sustainable Global Enterprise at Cornell University.
Divisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan mendaftar beberapa lingkup berikut ini sebagai bagian dari Pembangunan Berkelanjutan:[1]
- Pertanian
- Atmosfer
- Keanekaragaman Hayati
- Biotekhnologi
- Pengembangan Kapasitas
- Perubahan Iklim
- Pola Konsumsi dan Produksi
- Demografi
- Penggurunan dan Kekeringan
- Pengurangan dan Manajemen Bencana
- Pendidikan dan Kesadaran
- Energi
- Keuangan
- Hutan
- Air Minum
- Kesehatan
- Pemukiman
- Indikator
- Industri
- Informasi bagi Pembuatan keputusan dan Partisipasi
- Pembuatan Keputusan yang terintegrasi
- Hukum Internasional
- Kerjasama Internasional memberdayakan lingkungan
- Pengaturan Institusional
- Pemanfaatan lahan
- Kelompok Besar
- Gunung
- Strategi Pembangunan Berkelanjutan Nasional
- Samudera dan Laut
- Kemisinan
- Sanitasi
- Pengetahuan Alam
- Pulau kecil
- Wisata Berkelanjutan
- Tekhnologi
- Bahan Kimia Beracun
- Perdagangan dan Lingkungan
- Transport
- Limbah (Beracun)
- Limbah(Radio aktif)
- Limbah (Padat)
- Air
Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang ambigu, dimana pandangan yang luas berada di bawah naungannya. konsep ini memasukkan pemahaman keberlanjutan lemah, keberlanjutan kuat, dan ekolog mendalam. konsep yang berbeda juga menunjukkan tarik ulur yang kuat antara eko(lingkungan)sentrisme dan antropo(manusia)sentrisme. Oleh karena itu konsep ini lemah didefinisikan dan mengundang debat panjang mengenai definisinya.
Selama sepuluh tahun terakhir, lembaga-lembaga yang berbeda telah berusaha mengukur dan memantau perkiraan atas apa yang mereka pahami sebagai keberlanjutan dengan mengimplementasikan apa yang disebut dengan matrik dan indikator keberlanjutan.
Peran Penduduk Dalam Pembangunan Berkelanjutan[sunting | sunting sumber]
Penduduk atau masyarakat merupakan bagian penting atau titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan, karena peranpenduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek dari pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat, namun memiliki kualitas yang rendah, akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan yang semakin terbatas. [2]
Penduduk Berkualitas merupakan Modal Dasar Pembangunan Berkelanjutan[sunting | sunting sumber]
Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu negara, diperlukan komponen penduduk yang berkualitas. Karena dari penduduk berkualitas itulah memungkinkan untuk bisa mengolah dan mengelola potensi sumber daya alam dengan baik, tepat, efisien, dan maksimal, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga harapannya terjadi keseimbangan dan keserasian antara jumlah penduduk dengan kapasitas dari daya dukung alam dan daya tampung lingkungan. [3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar